Menata Hati Mendidik Diri

Penulis : Khusna Banaha

Apa Kabar Hati ?

┏━━━━••••┈✿•┈•✿•┈✿•••━━━━┓
💟 Home of Character Education 🌸
┗━━━••••┈✿•┈•✿•┈✿•••━━━━━┛
🏚 Rumahku Sekolah Terbaikku🌵
الأم مدرسة الأولى
Al-Ummu Madrasatul Ula

Sebanyak apapun ilmu parenting dan pendidikan yang kita pelajari, namun semua itu sulit diamalkan bila keadaan hati masih dipenuhi keruwetan.

Bagaimana tidak?
Ketika hati dipenuhi obsesi dan ekspektasi, ego diri pun seringkali menguasai lepas kontrol tak terkendali. Semua itu dapat mengakibatkan sang ayah atau ibu menjadi keliru dalam mendidik anaknya, sehingga muncul sikap pemaksaan, kasar atau kekerasan kepada mereka.

Ketika hati sedang merasa jengkel kepada seseorang entah teman, pasangan, tetangga, atau keluarga, maka anak yang tidak bersalah apa-apa, seringkali tiba-tiba menjadi sasaran kemarahan.

Terkadang luka batin dan trauma masa lalu, masih ada hutang pengasuhan di masa kecilnya, ternyata hal ini seringkali mempengaruhi orang tua berperilaku spontanitas yang kurang bijak terhadap anaknya, akhirnya terjadilah mata rantai salah asuhan berkesinambungan yang tak terputuskan.

Banyak faktor eksternal maupun internal yang membuat ilmu parenting yang sebenarnya sudah dipahami menjadi lenyap seketika tatkala hati terpompa dasyatnya emosi negatif, sehingga muncullah ucapan dan tindakan gegabah dan salah dalam merespon masalah. Semua itu terjadi disaat kondisi fisik lelah yang memicu hati gerah.

Memang terkadang badai ujian kehidupan acapkali memporak porandakan perasaan. Pahit getirnya kehidupan sangat mempengaruhi keadaan hati. Kekecewaan, kesedihan yang mendalam, kecemasan, ketakutan, marah, dengki, benci dan dendam adalah virus-virus yang hanya memperparah lukanya. Dan diri sendirilah yang harus berjuang untuk menyembuhkannya.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Kembali kepada tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah, maka misi hidup kita adalah untuk beribadah. Syarat diterimanya ibadah iman, ikhlas dan mutaba’ah. Sedangkan cakupan ibadah yaitu amalan dzahir dan amalan batin. Ibadah batin inilah ibadah hati. Ibadah hati ini memiliki keutamaan yang tinggi daripada ibadah dzohir. Hati yang bersih akan menjaga dari niat yang benar dan ikhlas.

Sedangkan hati manusia yang rapuh melebihi rapuhnya gelas-gelas kaca, di awal ikhlas, tatkala badai ujian menyambar rasa ikhlas terbang hilang melayang. Rasa ikhlas ini harus terus dijaga, kawal di awal, di tengah dan di akhir. Tugas kita selalu memperbaiki niat dalam beramal.

Sufyan Ats Tsauri pernah mengatakan,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَتيِ ، إنَّها تَقْلَّبُ عَلَيَّ

“Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah”. (An Nawawi, Jami’ul ulum wal hikam, 29)

Sebagai orangtua, seiring menjalankan perannya dalam mendidik anak, ia harus selalu menata hati agar tak lengah dan terlena dalam lelah. Jangan pernah berhenti untuk menumbuhkan kesadaran diri. Perjalanan dalam mendidik ini tentu tak semulus yang kita bayangkan. Akan ada rintangan menghadang dan ujian yang datang dengan beda bentuk dan rupa. Sedang kondisi hati sangat mudah berbolak-balik.
Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering meminta dalam do’anya, agar diteguhkan hatinya. Beliau sering berdo’a,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik

“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengapa do’a tersebut sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Mendidik diri berawal dengan membersihkan hati yaitu tazkiyatun nufus menghilangkan noda-noda yang mengotorinya. Memperbanyak istighfar dan muhasabah, berintropeksi dengan merenungi diri. Betapa rumitnya menata hati jika terus dibiarkan dalam jerat-jerat keruwetan yang tak terurai. Betapa pentingnya perkara hati ini, yang menuntut untuk selalu kita benahi dan tata kembali, hingga hati kita penuhi dengan rasa syukur. Sungguh sempitnya jiwa, kegalauan dan kegelisahan, semua bermuara dari hati yang jauh dari bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya.

Hati yang penuh syukur merupakan pondasi dalam mendidik anak.
Rasa syukur akan menyadarkan hati dengan keterbatasan kita dalam kehidupan ini. Kita benar-benar sadar ranah kita hanyalah do’a dan ikhtiar, selebihnya segala penentu kehidupan ini adalah ranah kekuasaan Allah semata Sang Pemilik kehidupan.

Dengan hati penuh syukur, bangkitlah energi ketulusan, cinta, kasih sayang dan perhatian dalam mendidik dan merawat anak-anak. Sehingga hati kita selalu terdorong untuk memenuhi tangki cintanya. Hati yang bersyukur akan setia penuh cinta menemani dalam menumbuhkan dan menjaga fitrah anak, menuntun dengan santun menemukan jati diri anak, passion, bakat dan peran anak kelak untuk kebermanfaat bagi ummat.

Hati yang bersyukur membuahkan kesabaran dalam mendidik bagaimanapun kondisi anak. Walaupun remuk redam hati orangtua menelan pahit getir dalam menjalani ujian hidup tentang mereka. Namun ungkapan syukur meluluhkan ego, sadar bahwa anak adalah amanah besar dari Sang Penciptanya.

Rasa syukur melapangkan hati dengan penuh maaf, berprasangka baik atas kesalahan yang dilakukan anak. Sadar bahwa mendidik itu proses yang panjang. Sadar bahwa mendidik mereka itu sejatinya untuk mendidik dirinya sendiri. Anak-anak adalah guru kehidupan kita. Berprasangka baiklah dengan yakin penuh harapan kelak mereka menjadi anak sholeh yang berbakti dan berguna.

Hati yang penuh syukur membuahkan rasa ikhlas, ridha, dan ketenangan dalam mendidik, sehingga inilah lahan terbaik untuk pertumbuhan anak-anak. Dengan ijin-Nya mereka akan tumbuh berkembang indah, wangi bermekaran sesuai dengan fitrah yang Allah karuniakan.

Bagaimanapun kondisinya, apapun yang terjadi pada anak-anak, sering-seringlah kita mengucapkan syukur kepada Rabb Penciptanya. Hati yang penuh syukur senantiasa memuji-Nya dalam setiap keadaan. Jika Allah memberi nikmat maka kita ucapkan;

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

“Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.”

Dan ketika mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan maka kita ucapkan;

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Alhamdulillah ala kulli hal.
“Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan.”
(HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Dan Allah telah memberi hikmah kepada Lukmanul Hakim seorang Ayah sholeh yang bersyukur.

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗ

Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, ”Bersyukurlah kepada Allah!….” (Q.S. Luqman :12)

Dengan memperbanyak syukur dapat menjauhkan hati dari rasa resah, keluh kesah, dan gundah.
Dengan memperbanyak syukur, akan kita rasakan betapa luas karunia nikmat-Nya.
Dengan memperbanyak syukur, kita akan berhusnudzon kepada-Nya, menjadi orangtua yang tenang, tentram dan bahagia.

اَللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ, وَشُكْرِك, وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.

Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik.

“Ya Allah berilah pertolongan kepadaku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, dan beribadah yang baik untuk-Mu.” (HR. Abu Dawud 2/86 dan An-Nasa’i 3/53. Al-Albani menshahihkannya dalam shahih Abi Dawud,1/284)

Wallahu a’lamu bishshawab.

Khusna Ummu Hubbi
TaBBIs HCE Indonesia

🚹 SETIAP ANAK HEBAT 🚺
Bahagia Beriman, Berilmu, Beramal
✿•┈•┈ 🍀🪷🪷🪷🍀•┈•┈

Tags: No tags

2 Responses

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *