Penulis : Khusna Ummu Hubbi
Mendidik Hati
┏━━━━♡♡♡※❥❀❥※♡♡♡━━━━┓
❤ Mendidik Hati ❤
┗━━━━♡♡♡※❥❀❥※♡♡♡━━━━┛
Home of Character Education
الأم مدرسة الأولى
Al-Ummu Madrasatul Ula
Kompetisi Vs Kolaborasi
Kemana Arah Pendidikan Ini?
Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan, anak-anak didorong berlari lebih cepat dari fase usianya. Mereka dipacu bersaing, sebelum belajar memahami makna sebuah perjalanan. Kompetisi digaungkan sebagai jalan menuju prestasi dan kesuksesan masa depan, padahal bukan saat yang tepat anak-anak diperlombakan, dan tidak semua jiwa anak siap dalam panasnya arena perbandingan.
Menumbuhkan jiwa kuat anak adalah fondasi, tapi bukan dengan kompetisi yang merapuhkan hati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim).
Kuat di sini bukan menang dalam pertandingan, tetapi kuat dalam niat, kuat hati dan jiwa, kuat budi pekerti, kuat berjuang memperbaiki diri.
Ketika anak ditumbuhkan dalam ruang penuh perbandingan, ranking, dan label, pemenang–pecundang, ini merupakan kesalahan dalam mendidik karakternya.
Kompetisi sangat rentan berubah menjadi kesombongan bagi yang menang, dan luka tersembunyi bagi yang kalah. Menang kalah menciderai fitrah anak.
Benih sifat itu bila dibiarkan tumbuh, dapat berubah menjadi saling merendahkan, saling mengejek, bahkan saling menyakiti. Dari sinilah akar masalah: yang sering menang merasa superior, yang sering kalah merasa inferior. Hierarki kecil ini berkembang menjadi bibit-bibit bullying sosial.
Kompetisi memoles kemampuan anak, tapi seringkali merusak fondasi hati dan jiwa. Ironisnya, ketika dampak buruk itu tampak nyata, berbagai macam perlombaan antar sekolah sekadar dibalut kata manis “persahabatan”.
Mungkin di luar kesadaran pendidik, terkadang perlombaan justru menyeret mereka ke cara berpikir mirip perjudian:
– mengandalkan keberuntungan, bukan proses,
– menunggu hasil yang ditentukan juri, bukan jerih payah usaha,
– terobsesi pada “hasil akhir”, bukan pada perjalanan belajar,
– mengejar hadiah, bukan keberkahan.
Ketika orientasi ini meresap dalam jiwa anak, anak tidak lagi belajar ikhtiar, tetapi belajar untung-rugi dari menang dan kalah.
Dan kadang kala, realita perlombaan menang-kalah-hadiah, dalam penyelenggaraan terjebak pada sistem perjudian, tipuan, atau kecurangan. Yang tentu itu tidak memberikan manfaat dalam pendidikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam kompetisi yang hanya mengedepankan menang dan kalah, akan menyebabkan niat belajar menjadi menyimpang, niat memperbaiki diri menghilang, dan yang tersisa hanya ego untuk menjadi pemenang.
Namun apakah kompetisi selalu buruk? Tidak. Kompetisi yang sehat adalah kompetisi yang tidak memicu tumbuhnya sifat tercela dan permusuhan.
Kompetisi yang ditata dengan niat fastabiqul khairat—berlomba-lomba dalam kebaikan—dan sesuai syari’at-Nya:
– Kompetisi yang menguatkan karakter, bukan mengikis harga diri anak.
– Kompetisi yang berorientasi proses, bukan trofi.
– Kompetisi yang memotivasi jiwa, bukan justru menoreh luka.
Inilah ruh kompetisi yang diajarkan Islam dalam mendidik anak-anak generasi.
Akan tetapi, pendidikan hari ini sering lupa satu hal yang lebih besar dari kompetisi : “kolaborasi.”
Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal, dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, bukan untuk memicu saling permusuhan.
Dalam kolaborasi, anak belajar bekerjasama
Dalam kerjasama, anak belajar saling menghargai.
Dalam menghargai, anak belajar berempati.
Dan karakter kebaikan itu tumbuh ketika kita mengulurkan tangan, bukan ketika kita menepuk dada.
Kolaborasi bukan berarti anti prestasi. Ia justru jalan melahirkan generasi yang kuat jiwa, matang emosi, dan luas empati.
Generasi yang tidak gampang iri dengki, tidak mudah terprovokasi, tidak merendahkan, tidak mudah putus asa.
Generasi yang tumbuh tangguh dengan keberanian, memberikan solusi bersama, bukan sekadar mencari siapa kawan yang harus dilawan dan dikalahkan.
Dalam kompetisi dan kolaborasi, Islam mengajarkan kebaikan.
Berlomba kebaikan dengan dirimu sendiri, bekerjasama dengan saudaramu.
Berlomba dalam kebaikan, bukan untuk memperebutkan pujian.
Berusaha menjadi lebih baik dari kemarin, bukan putus asa karena luka.
Maka tugas kita sebagai pendidik, menguatkan fondasi fitrah iman anak sebelum menggelar panggung perlombaan.
Bukan menutup semua bentuk kompetisi, tetapi menata kembali ruhnya.
Bukan menghapus lomba, tetapi menghapus luka.
Bukan mengejar juara, tetapi menegakkan adabnya.
Bukan memburu piala, tapi menjaga hati dan jiwa.
Agar setiap fitrah anak tumbuh sebagai pribadi berakhlakul karimah.
Bukan sekadar cerdas, tetapi juga lembut hatinya.
Bukan hanya tangkas, tetapi juga berempati.
Bukan hanya unggul, tetapi juga bersaudara.
Karena masa depan bukan dimenangkan oleh anak yang paling cepat dan juara di hari ini,
tetapi oleh mereka yang memiliki jiwa istiqomah, sanggup menempuh perjalanan jauh, melangkah bersama di jalan Allah ta’ala, dan menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama manusia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Khusna Ummu Hubbi
Home of Character Education
🚹 SETIAP ANAK HEBAT 🚺
𝘔𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘉𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘋𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘚𝘢𝘫𝘢 𝘒𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘚𝘢𝘫𝘢
❖ 𝘉𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘉𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢𝘯 𝘉𝘦𝘳𝘪𝘭𝘮𝘶 𝘉𝘦𝘳𝘢𝘮𝘢𝘭 ❖
»»——★——««✥»»——★——««


Leave A Comment